Dalam tradisi Minangkabau, setiap
anak laki-laki akan pergi meninggalkan tanah kelahiran mereka, dan mencari
pengalaman hidup. Pengalaman hidup yang akan membuatnya menjadi lelaki sejati. Pengalaman
mencari perjalanan hidup itu adalah merantau. Alam takambang jadi guru. Alam semesta menjadi guru, yang akan
membedakan cahaya kebenaran dan cahaya kesalahan. Begitulah petuah Wulan (diperankan
Christine Hakim, yang di usia paruh bayanya, masih terlihat cantik) kepada
Yuda (Iko Uwais), anak lelaki yang hendak dilepasnya.
Berbekal pakaian di badan, tulang
8 kerat, kemampuan silat dan kalung peninggalan sang bapak, pergilah Yuda
meninggalkan kampuang yang tenang di
Tanah Minang. Pergilah anak lelaki itu merantau.
Di perjalanan, Yuda bertemu
dengan Erik (Yayan Ruhian), sesama orang minang yang telah lebih dulu merantau.
Erik yang sejak awal telah memperhatikan Yuda sebelum naik bus, mendekati dan
berbincang-bincang dengan Yuda dalam perjalanan. Dalam obrolannya, Erik
menasehati Yuda agar tak perlulah jauh-jauh merantau hanya untuk mengajarkan
silat. Erik pun menyarankan Yuda untuk mengubah haluan. Yuda, kata Erik, bagai
refleksi dirinya 15 tahun silam. Boleh jadi Erik adalah contoh kecil perantau
Minang yang belum berhasil, atau boleh jadi Erik ingin Yuda mengubah haluan
menjadi penjual Nasi –seperti umumnya perantau Minang yang sudah sukses.
Dan berpisahlah Yuda dan Erik saat
tiba di Jakarta –kota berdaya magnet besar bagi para perantau. Dengan selembar
kertas alamat yang dimilikinya, Yuda mendatangi rumah saudaranya. Tak disangka,
rumah yang dituju sudah tak ada lagi, hanya nomor rumahnya saja yang masih
terpasang di pagar. Nomor telpon yang tertera pun tak bisa dihubungi. Praktis
tak ada sanak saudara lagi yang dituju. Padahal kalo Yuda tahu, dia bisa saja
mengaku orang Minang, dan menginap di Warung Minang mana saja yang dia temui.
Konon, kekerabatan orang Minang sangat erat, mereka akan membantu dan
memberikan tumpangan bagi siapa saja perantau dari sana. Yah tentu saja, dengan
imbalan mencuci piring di Warung. :D
Petualangan Yuda berlanjut.
Esoknya saat sedang makan, dompetnya dicuri Adit, adik dari Astrid (Sisca Jessica)
penari amatir di Club Agogo. Astrid ditolong Yuda saat penari itu nyaris
disiksa Johni, sang mucikari yang meminta presantase tips lebih besar untuknya.
Setelah adegan tolong-menolong
itu, sepanjang film ini banyak dihiasi adegan perkelahian, pecahan kaca, gelas
dan botol beterbangan, dan adegan berdarah-darah, antara Yuda dan anak buah
Johni, bule pelaku penjualan perempuan hingga dengan Erik, teman seperjalanan
Yuda ke Jakarta yang ternyata seorang preman. Lama setelah film-film yang
dibintangi Barry Prima dan Advent Bangun, rasanya tak ada lagi film laga dengan
perkelahian seru seperti “Merantau” ini.
Perjalanan Yuda berakhir di
terminal peti kemas, saat Yuda, dengan heroiknya berhasil menggagalkan
praktek penjualan perempuan yang dilakukan dua warga berkebangsaan asing. Oleh
pelaku penjualan perempuan itu lah nyawa Yuda melayang.
Perantau itu pun mati muda.
Alam semesta, sang guru, menghendaki anak lelaki itu naik kelas dengan segera.
✕
Ya, saya tahu. Ini review (atau apalah) yang sangat terlambat. Film ini
dirilis tahun 2009 dan sudah lama mengisi HD, namun baru saya tonton. Liputan
kompas Minggu (01/09) tentang Warung Nasi Minang dan Rendang membuat saya ingin
menyaksikan film ini. Memang tak ada adegan memasak rendang atau makan di
Warung Minang. Benang merah dari liputan kompas itu dan film ini adalah
perantau dan "alam takambang jadi guru".