Kawanan kaum muda dengan botol ‘Amer’ ditangan mendominasi malam itu. Tak ada tata rambut poni lempar atau dandanan ala raver, kebanyakan yang datang tampil dengan dandanan “Nyewon” (istilah pakde untuk dandanan ala mahasiswa ISI era terkini alias seniman modis) & “Ngintani” (nyewon versi feminim a.k.a mirip gintani). Kami gemar memperhatikan gaya berpakaian orang-orang, sedang kami hanya mengenakan kaos oblong, celana pendek & sandal jepit. Kos saya berada tak jauh dari Jogja National Museum, jadi kami memilih untuk tidak berganti pakaian setelah ngeteh di angkringan, lagian ini hanya pembukaan pameran bukan resepsi.
Hingga acara berakhir nyaris tak ada yang normal malam itu, semua dikendalikan keliaran. Sebelum sesi musik elektronik, acara pembukaan pameran itu sudah menunjukan tanda-tanda menuju liar. Band noise (nanggung) –yang saya tidak tahu namanya- mungkin tak pernah menyangka inilah penampilan paling berpengaruh mereka, tak hanya musik mereka yang noise, penonton pun tiba-tiba mendadak noise. Seorang penonton terlihat telah mengangkat dan memukul-mukul snare drum saat band ini masih memainkan setnya. Dan lainnya menginjak neck gitar milik gitaris band itu. Zoo yang dijadwalkan tampil setelahnya akhirnya batal tampil. Gangguan.
Saat drum n basses mulai didentumkan keliaran makin menjadi, seorang seniman yang lebih terlihat seperti gelandangan mulai menarik cewek bule yang akhirnya enggan berpasangan dengannya, anehnya orang itu dalam kondisi mabuk tapi dia bisa memilih bule yang bening dengan baik. Dan layaknya selebrasi atlit sepeda yang baru saja memenangkan sebuah etape perlombaan, penonton lainnya sudah menghadirkan hujan buatan dengan menyiramkan bir pada barisan depan penonton. Perangkat tata suara pun bertambah fungsi menjadi podium juara baginya. Semua orang terlihat menikmati malam itu, hanya pakde yang terlihat sedikit bingung karena masih dalam kondisi sadar.
Saya ada dalam acara pembukaan pameran malam ini, bukan party di sebuah klub. Beberapa tahun belakangan, adalah hal biasa menemukan ajang “ajeb-ajeb” pada pembukaan pameran. Mendadak disko. Hahaha… entah siapa yang memulai memindahkan suasana klub ke dalam galeri seni. Tak perlu tata suara puluhan ribu watt, hanya diperlukan laptop, pemutar cd & mixer portable, serta sound out minimalis maka terberkatilah menjadi sebuah pesta. Sedikit dari para perupa itu juga sudah berprofesi sebagai DJ amatir yang tampil hanya dengan memutar lagu-lagu idola mereka.
Harusnya saya akan merekam pertunjukan terakhir malam itu, hanya saja baterai kamera digital saya habis terlebih dahulu. Saya menyesal merekam sesi penari sexy diawal tadi. :D
Hingga acara berakhir nyaris tak ada yang normal malam itu, semua dikendalikan keliaran. Sebelum sesi musik elektronik, acara pembukaan pameran itu sudah menunjukan tanda-tanda menuju liar. Band noise (nanggung) –yang saya tidak tahu namanya- mungkin tak pernah menyangka inilah penampilan paling berpengaruh mereka, tak hanya musik mereka yang noise, penonton pun tiba-tiba mendadak noise. Seorang penonton terlihat telah mengangkat dan memukul-mukul snare drum saat band ini masih memainkan setnya. Dan lainnya menginjak neck gitar milik gitaris band itu. Zoo yang dijadwalkan tampil setelahnya akhirnya batal tampil. Gangguan.
Saat drum n basses mulai didentumkan keliaran makin menjadi, seorang seniman yang lebih terlihat seperti gelandangan mulai menarik cewek bule yang akhirnya enggan berpasangan dengannya, anehnya orang itu dalam kondisi mabuk tapi dia bisa memilih bule yang bening dengan baik. Dan layaknya selebrasi atlit sepeda yang baru saja memenangkan sebuah etape perlombaan, penonton lainnya sudah menghadirkan hujan buatan dengan menyiramkan bir pada barisan depan penonton. Perangkat tata suara pun bertambah fungsi menjadi podium juara baginya. Semua orang terlihat menikmati malam itu, hanya pakde yang terlihat sedikit bingung karena masih dalam kondisi sadar.
Saya ada dalam acara pembukaan pameran malam ini, bukan party di sebuah klub. Beberapa tahun belakangan, adalah hal biasa menemukan ajang “ajeb-ajeb” pada pembukaan pameran. Mendadak disko. Hahaha… entah siapa yang memulai memindahkan suasana klub ke dalam galeri seni. Tak perlu tata suara puluhan ribu watt, hanya diperlukan laptop, pemutar cd & mixer portable, serta sound out minimalis maka terberkatilah menjadi sebuah pesta. Sedikit dari para perupa itu juga sudah berprofesi sebagai DJ amatir yang tampil hanya dengan memutar lagu-lagu idola mereka.
Harusnya saya akan merekam pertunjukan terakhir malam itu, hanya saja baterai kamera digital saya habis terlebih dahulu. Saya menyesal merekam sesi penari sexy diawal tadi. :D