Belum genap pukul 7, pagi ini
kami sudah berada di speed lagi. Jeri akan mengantar kami ke Penangkis. Awalnya
dia akan mengantarkan kami dengan ketek, tapi untuk alasan keselamatan (tak ada
yang bisa berenang), maka dia memilih speed.
Hanya sebentar menyusuri sungai kuala 12, speed berbelok ke kanal yang mengarah ke penangkis. Di sini kami mendapati seekor monyet yang sedang asik bergelantungan. Burung-burung terbang rendah. Bangau-bangau berpose cantik di tepian tambak-tambak yang terhampar luas. Tampak 1-2 rumah di kejauhan, diantara tambak-tambak itu.
Tapi air di kanal masih terlalu surut untuk dilalui speed. Maka kami kembali untuk mengganti ketek, dengan segala resikonya.
Kali ini Pak Yonsong yang akan mengambil-alih kemudi. Sambil menunggu Pak Yonsong datang, saya berbincang dengan anaknya Jum, yang kabarnya tak begitu waras.
"Kakak orang mana?" tanya saya.
"Sulawesi."
"Bugis?"
"Iya di sini mayoritas Bugis. Kalo di seberang sana komunis." kata Jum sambil tergelak.
Hanya sebentar menyusuri sungai kuala 12, speed berbelok ke kanal yang mengarah ke penangkis. Di sini kami mendapati seekor monyet yang sedang asik bergelantungan. Burung-burung terbang rendah. Bangau-bangau berpose cantik di tepian tambak-tambak yang terhampar luas. Tampak 1-2 rumah di kejauhan, diantara tambak-tambak itu.
Tapi air di kanal masih terlalu surut untuk dilalui speed. Maka kami kembali untuk mengganti ketek, dengan segala resikonya.
Kali ini Pak Yonsong yang akan mengambil-alih kemudi. Sambil menunggu Pak Yonsong datang, saya berbincang dengan anaknya Jum, yang kabarnya tak begitu waras.
"Kakak orang mana?" tanya saya.
"Sulawesi."
"Bugis?"
"Iya di sini mayoritas Bugis. Kalo di seberang sana komunis." kata Jum sambil tergelak.
Tapi saya tidak menganggap Jum
tak waras, hanya selera humornya cukup unik. Dan orangnya pun baik.
"Mau kemana?" tanya Jum saat melihat saya akan beranjak.
"Penangkis."
"Hati-hati di sana banyak monyet," pesan jum.
Perjalanan jadi lebih lambat dengan ketek dibanding speed bermesin 40 PK. Tapi kami jadi lebih menikmati pemandangan. Kami tak menemui lagi monyet bergelantungan. Namun kali ini, burung pelatuk berwarna hijau dan biru keemasan bermanuver di sela-sela pohon nipah menyambut kami.
Hari ini para petani tambak gotong royong memanen udang. Di dekat tambak yang dipanen itu bangau-bangau terbang rendah dan berjejer mendekat.
Menjelang siang air di kanal-kanal sudah pasang dan bisa dilalui ketek dengan mulus. Lajulah kami menyusuri kanal-kanal itu...
"Mau kemana?" tanya Jum saat melihat saya akan beranjak.
"Penangkis."
"Hati-hati di sana banyak monyet," pesan jum.
Perjalanan jadi lebih lambat dengan ketek dibanding speed bermesin 40 PK. Tapi kami jadi lebih menikmati pemandangan. Kami tak menemui lagi monyet bergelantungan. Namun kali ini, burung pelatuk berwarna hijau dan biru keemasan bermanuver di sela-sela pohon nipah menyambut kami.
Hari ini para petani tambak gotong royong memanen udang. Di dekat tambak yang dipanen itu bangau-bangau terbang rendah dan berjejer mendekat.
Menjelang siang air di kanal-kanal sudah pasang dan bisa dilalui ketek dengan mulus. Lajulah kami menyusuri kanal-kanal itu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar