“Tidak minum kopi, Ama?”
tanya Mama Desa saat melihat gelas kopi saya belum tersentuh. Itu kalimat
pertama yang meluncur dari Mama Desa ke saya, yang sore itu bersama rombongan
baru tiba di Tana Rara, juga kalimat yang mengantar saya untuk mencicipi kopi
paling nikmat sedunia untuk pertama kalinya.
Selama ini saya hanya penikmat kopi sachet-an, itupun campuran seperti kopi susu, kopi cream atau kofimix, bukan kopi hitam. Namun sejak perkenalan dengan kopi sumba sore itu, saya mulai ketagihan. Dari mulai subuh, pagi, siang, sore, malam, kopi menjadi minuman wajib. Bahkan di malam hari bisa 2-3 kali minum kopi.
Kalau teh paling nikmati
sedunia yang pernah saya icip ada di Giri Sekar, kecamatan Panggang, Gunung
Kidul, maka kopi paling nikmat sedunia ada disini, di Tana Rara, Sumba.
Ini kopi istimewa. Jika
bertamu di kampung Gelakoko, kopi yang disuguhkan adalah kopi yang mereka tanam
sendiri, sangrai sendiri dan ditumbuk sendiri dengan cara tradisional.
Sehari sebelum meninggalkan
Tana rara saya sempat membeli 1 kg biji kopi dari petani yang berjualan saat
hari pasar (pasar di Tana Rara hanya buka setiap sabtu). Oleh
Mama Desa kemudian disangrai dan digiling di sebuah toko kelontong yang
menyediakan jasa giling kopi.
Saat menulis ini saya
tak minum kopi. Stok kopi Sumba saya yang tak lebih dari ½
kg itu tlah lama habis. Jadi, apakah ada yang ingin mengirimkan saya kopi Sumba? :D
2 komentar:
Nice try....;)
Kasihan Lek Sutar kamu tinggalin, dia nggak mau jualan susu jahe lagi lho Cal.
Posting Komentar