07 Desember 2008

Gampingan 29 November

Kawanan kaum muda dengan botol ‘Amer’ ditangan mendominasi malam itu. Tak ada tata rambut poni lempar atau dandanan ala raver, kebanyakan yang datang tampil dengan dandanan “Nyewon” (istilah pakde untuk dandanan ala mahasiswa ISI era terkini alias seniman modis) & “Ngintani” (nyewon versi feminim a.k.a mirip gintani). Kami gemar memperhatikan gaya berpakaian orang-orang, sedang kami hanya mengenakan kaos oblong, celana pendek & sandal jepit. Kos saya berada tak jauh dari Jogja National Museum, jadi kami memilih untuk tidak berganti pakaian setelah ngeteh di angkringan, lagian ini hanya pembukaan pameran bukan resepsi.

Hingga acara berakhir nyaris tak ada yang normal malam itu, semua dikendalikan keliaran. Sebelum sesi musik elektronik, acara pembukaan pameran itu sudah menunjukan tanda-tanda menuju liar. Band noise (nanggung) –yang saya tidak tahu namanya- mungkin tak pernah menyangka inilah penampilan paling berpengaruh mereka, tak hanya musik mereka yang noise, penonton pun tiba-tiba mendadak noise. Seorang penonton terlihat telah mengangkat dan memukul-mukul snare drum saat band ini masih memainkan setnya. Dan lainnya menginjak neck gitar milik gitaris band itu. Zoo yang dijadwalkan tampil setelahnya akhirnya batal tampil. Gangguan.

Saat drum n basses mulai didentumkan keliaran makin menjadi, seorang seniman yang lebih terlihat seperti gelandangan mulai menarik cewek bule yang akhirnya enggan berpasangan dengannya, anehnya orang itu dalam kondisi mabuk tapi dia bisa memilih bule yang bening dengan baik. Dan layaknya selebrasi atlit sepeda yang baru saja memenangkan sebuah etape perlombaan, penonton lainnya sudah menghadirkan hujan buatan dengan menyiramkan bir pada barisan depan penonton. Perangkat tata suara pun bertambah fungsi menjadi podium juara baginya. Semua orang terlihat menikmati malam itu, hanya pakde yang terlihat sedikit bingung karena masih dalam kondisi sadar.

Saya ada dalam acara pembukaan pameran malam ini, bukan party di sebuah klub. Beberapa tahun belakangan, adalah hal biasa menemukan ajang “ajeb-ajeb” pada pembukaan pameran. Mendadak disko. Hahaha… entah siapa yang memulai memindahkan suasana klub ke dalam galeri seni. Tak perlu tata suara puluhan ribu watt, hanya diperlukan laptop, pemutar cd & mixer portable, serta sound out minimalis maka terberkatilah menjadi sebuah pesta. Sedikit dari para perupa itu juga sudah berprofesi sebagai DJ amatir yang tampil hanya dengan memutar lagu-lagu idola mereka.

Harusnya saya akan merekam pertunjukan terakhir malam itu, hanya saja baterai kamera digital saya habis terlebih dahulu. Saya menyesal merekam sesi penari sexy diawal tadi. :D

25 Agustus 2008

Seringai Bangsat!!

8th Slackers Anniversary, Terrace Cafe, 24 agustus 2008 

Para begundal hardcore Jogja berkumpul dan sukses membakar Jogja bersama band rock oktan tinggi asal Jakarta dalam perayaan hari jadi distro terkemuka di jogja. 

Garda depan hardcore jogja; Mortal Combat, Nothing, dan Something Wrong, delegasi dari Jakarta yang berisikan veteran hardcore dan metalhead yang menolak tua; Seringai, aksi rock n roll; Coffin Cadilac, dan juga Dub Youth. Dengan line-up seperti ini jogja bukan hanya akan dibakar, tapi dihancurkan rata dengan aspal. Jogja yang selalu dingin di malam hari sepertinya sudah memberi sinyal akan panasnya malam ini. Venue yang dipilih pun cukup pas, yakni di Terrace Cafe, yang berada di utara. Jogja adalah kota wisata, dan disini arah mata angin menunjukan ragam wisata yang akan dituju. Seorang kawan pernah bercanda ”Kalo bagian selatan jogja tuh kita bisa wisata budaya, tapi kalo daerah utara itu wisata birahi..”. Haha.. yap. Saya merasa seperti bukan di Jogja tiap kali berada di utara. 

Kembali ke gigs. Saya selalu telat datang. Saya dan bugisan wild crew baru tiba sekitar pukul 10, kami melewatkan Mortal Combat dan Nothing. Band yang saya sebut terakhir, mungkin akan sedikit mengingatkan anda pada Walls Of Jericho, kalau tidak mau menyebut Step Forward. Beruntung saya masih sempat menyaksikan aksi oldskull paling tua di Jogja, Something Wrong. Pemandangan yang hanya bisa saya liat di DVD Agnostic Front live at CBGB tersajikan disini. Mereka masih tetap cadas. Tak heran, sehabis mereka main pun, sebagian besar penonton masih berteriak mengharapkan Encore. Venue sepertinya sudah panas dari tadi. Saya bersyukur karena tidak ada band metalcore yang main, kekhawatiran akan munculnya banyak poni lempar ber-skinny jeans pupus sudah (Oops...!). Wajah-wajah lama terlihat, dan semuanya menyatu dalam mosh pit. Disini, gigs sudah harga mati akan menjadi ajang reuni. Band selanjutnya Coffin Cadilac, sebenarnya mereka terhitung band lama, hanya saja susah sekali menemukan mereka di atas panggung. Sang vokalis terlalu asik dengan side projectnya The Southern Beach Terror. Mereka bermain all out dan cukup baik namun penonton di baris depan hanya memilih duduk manis, mungkin beristirahat karena baru dihajar Something Wrong.

Disela-sela acara MC sempat membagi-bagikan bir untuk penonton. Dua orang penonton wanita menghabiskan se-pitcher bir lewat beer bong. Kalau bukan karena cukup bening, saya pasti malas menyaksikan :D. Arian terlihat merekam momen ini. 

Sesaat setelahnya Seringai akhirnya didaulat ke panggung, dancefloor yang tadinya sempat lengang langsung penuh. Saya tidak ingat urutan lagu yang dimainkan, hanya dalam hitungan detik setalah Seringai memulai setnya, saya sudah hanyut dalam lautan mosh. Seorang teman sempat bingung melihat saya. Yah....saya hanya akan terlihat di dancefloor saat ada band Ska atau Reggae yang pentas. Seringai berhasil memaksa saya melakukan ini. Yang saya ingat, di lagu-lagu awal mereka memainkan Berhenti di 15, Citra Natural, Akselerasi Maksimum, dan Membakar Jakarta. Sangat menyenangkan menyaksikan band kesukaan memainkan set panjang. Venue penuh sesak. Terrace cukup kecil jadi tiket yang dijual hanya dibatasi 300 lembar, banyak penonton yang akhirnya menunggu keajaiban diluar dengan wajah memelas :-). Anehnya, teman saya Pandu, yang juga kehabisan tiket tiba-tiba sudah terlihat diatas panggung, merebut mik dari arian dan berteriak ”i wanna drink” saat Seringai memainkan Alkohol. Baru saya ketahui belakangan ternyata pandu masuk dengan cara yang sungguh najis, mengintit, dengan rombongan Dub Youth. Di awal pentas -mungkin karena melihat banyak sekali wajah lama yang hadir- arian sempat berujar mendedikasikan penampilan mereka kali ini untuk ”oldskull”. Saat memainkan Anti Social para ”orang tua” itu ikut sing along. Gufy dari Kongsi Jahat Syndicate yang (kembali) mengorganize acara ini juga hanyut dalam mosh. Seringai kemudian menutup penampilan mereka dengan Lencana, Neraka Jahanam yang didedikasikan untuk Ahmad Albar dan Individu Merdeka yang membuat seisi venue tak henti-hentinya berteriak.

Harusnya saya ingin merayakan kebisingan dengan bunga malam ini, tapi ikut membantu menghadirkan teman didepan idolanya juga menyenangkan. Teman saya, Pakde we, termasuk orang lama di hardcore, yang sudah menyukai Puppen sejak bangku smp. Dia ingin sekali menyaksikan Arian dengan Seringai. Dan malam ini terpenuhi. Saat perjalanan pulang, pakde sempat bilang ”nyaris lengkap cal, hanya kurang satu... Homicide” hahaha.. ya. Kami mengidolakan Homicide juga. Tapi sepertinya akan menjadi mustahil. 

Pertunjukan Seringai baru saja usai namun saya baru sadar kalau saya masih saja merinding. Bangsat!