23 Februari 2010

Jacko dari Tanah Maluku

Dalam sebuah kesempatan, Wendi Putranto, editor majalah Rolling Stone, pernah berkata, “Di Ambon, ada banyak sekali Michael Jackson. Semua orang pintar bernyanyi dan menari.”

Hal itu memang benar. Masa kecil saya dihabiskan di kota kecil Masohi, Maluku Tengah –yang tak jauh dari Ambon. Setiap tahunnya di Masohi –juga Ambon- selalu diadakan parade jalanan dimana semua pesertanya akan menari sepanjang jalan, nama parade itu: Baris Empang. Yang menari paling baik akan dijuluki Jacko oleh komunitasnya. Pada parade itu saya bisa mendapatkan banyak sekali Jacko kecil. Di Masohi breakdance disebut disko. Ketenaran murid di sekolah tidak diukur dari seberapa pintar dia di kelas, tapi seberapa jago dia berdisko! Jauh sebelum dihadirkan di stasiun tv swasta, kompetisi dance sudah menjadi hal biasa yang selalu disambut antusias di Masohi. Kompetisi disko dan bernyanyi biasanya diadakan secara bersamaan di gedung pertemuan, karena minimnya hiburan seperti konser musik band-band besar, maka event itu sudah menjadi hiburan tersendiri -dan menjadi agenda wajib yang sayang bila dilewatkan- bagi kami. Nyaris semua peserta selalu tampil maksimal dengan kostum, musik latar dan properti yang mereka bawa ketika pentas. Pernah ada yang mengusung peti mati di panggung! Peti mati itu tidak hanya didiamkan, karena setelahnya ada 'mayat hidup' yang bangun dari sana.

Ketika kompetisi Let's Dance diadakan di jogja, ada grup disko yang semua anggotanya berasal dari Maluku. Seingat saya, nama grup mereka dinamai dengan bahasa Ambon. Saya turut bangga untuk itu. Saat mereka tampil, beberapa orang disamping saya, yang juga peserta Let's Dance, berteriak histeris, “Yeah.. Oldskull!”. Ya.. disko! yang tidak asing untuk saya. Gerakan hampir sama yang sering saya lihat l5 tahun lalu -yang akan sulit ditemukan pada modern dance sekarang ini.


Perform A-Crew di Salatiga. Potongan salah satu lagu Michael Jackson dan suara tembakan sudah dipakai sejak dulu dalam musik latar disko di Ambon.


Setiap pelajaran seni di sekolah, teman-teman saya yang berdarah asli Ambon, akan maju dengan mantap ke depan kelas dan bernyanyi dengan merdu. Biasanya -sebelum kelas ditutup- guru seni kami akan meminta mereka untuk bernyanyi 1-2 lagu lagi dalam bentuk kelompok. Sebagian dari mereka adalah penyanyi gereja dan langganan juara kompetisi penyanyi tingkat daerah.

Glen Fredly dan Yopie Latul -yang bersuara maut- adalah penyanyi-penyanyi hebat. Namun masih ada jutaan nama hebat lain di pulau indah itu. Sageru -yang namanya diambil dari nama minuman khas Ambon- adalah salah satu dari banyak generasi terkini penyanyi hebat Ambon.


Kolaborasi Ambowhena (Grup hiphop ambon-belanda) & Sageru, grup R&B dengan vokalis bersuara merdu. Tentunya dengan rasa khas ambon: Manis. :)

Satu dapa susa yang laeng kele..
Maluku satu dara seng ada yang pele..
Ambon Rules!