23 Juni 2007

REBEL SHOCKIN

MUSIC REVIEW
REBEL SHOCKIN




Rebel shockin’s career started in the middle of 2003 when Siwe (Vocalist), Toro (Bass), Hper (Guitar) & Dedi (Drum) agreed to create a NU Metal band group, REBEL SHOCKIN. Since 2003 the band has participated to the crowding gigs was attended by the mainstream bands only. Yogyakarta as the hometown is not the only witness of REBEL SHOCKIN’s music but also some other cities in Java. Like the other bands diseases, this band also had changed their crew. Crowded sound from the Drum Department cause they still use additional player until nowadays.

Rabble Shockin was the 1St name for the band but because of the changing crew, it finally became REBEL SHOCKIN that still had the same meaning with the 1St name.

Because of their love to Rage Againts The Machine, it influenced their sense of Music. The tracks such as "Perang" & "Voteless" that they give in their CD demo extremely told about it. From musical side, Their lyrics not only contain of social and political issues but also about the reality of human life. As a plan, one of their songs will be followed in Compilation Album in which the place of the best creation from all of independent bands in yogyakarta. Yeeeaaaahhhh…. We’ll wait. Shock ‘em all REBELLll!!!!.

rebel shockin official myspace page

16 Juni 2007

DREADLOCK

Mari “budayakan” DREADLOCK
Werds by ex a.k.a echal

Bob Marley mungkin gak pernah menyangka kalo model rambut dreadlocknya bakal diikutin banyak orang sekarang ini… Model rambut dreadlock (sebutan untuk gimbal) yang awalnya merupakan identitas dari para Rastafarian (pengikut rasta) kini telah digandrungi oleh berbagai kalangan. Gak hanya penikmat musik reggae atau seniman saja, namun udah sampe ke kalangan orang kantoran…yeah, believe it or not!! Begitulah kenyataannya. Dreadlock mulai muncul dan eksis di Indonesia pada era 80an. Pada masa awalnya memang masih para pemusik reggae saja yang ber-dreadlock, sebut saja Tony Q Rastafara yang hingga kini masih betah dengan gaya rambut dreadlocknya, sekarang orang-orang dengan gaya rambut dreadlock bisa kita temui dimana saja. Ada suatu kebanggan tersendiri ketika seseorang itu bergimbal. Meski kesan di mata orang-orang awam kalo orang yang gimbalan tu pasti kotor, kumel, gak terurus, slengean dan sebagainya….
Gak sulit koq ngewat Dreadlock!!!
Di negeri asalnya Afrika, Dreadlock merupakan seni mengunci rambut dengan cara memintal atau menganyam rambut. Dalam 2 dekade terakhir teknik “mengunci” rambut ini pun mulai berkembang. Orang-orang mulai bereksperimen dengan menggunakan lem, wax, air laut, bahkan air bir. Namun ada beberapa diantara metode-metode ini yang malah menyebabkan kepala menjadi pusing, berketombe hingga yang paling parah bisa berkutu. Adalah Ipo (dreadlock artist asal jogjakarta) yang kemudian mengenalkan teknik dreadlock baru yakni sasak-sulam-ikat pada tahun 1998. Dengan metode seperti ini kekhawatiran akan tumbuhnya ketombe & kutu pun dapat dihilangkan. Merawat rambut seperti ini ternyata tidak sesulit dibayangkan. Anda (atau saya) hanya perlu rajin keramas dengan shampoo yang biasa dipakai (gak perlu pake shampoo khusus gimbal.. kayaknya juga belum ada shampoo kayak gini) serta vitamin penguat akar rambut. Karena rambut gimbal akan tumbuh dengan sehat apabila perawatannya juga baik.
Mencoba hal-hal baru yang belum pernah anda lakukan bukan suatu tindakan yang salah, apalagi kalo hal-hal tersebut masih positif. Bergimbal mungkin??? Bergimbal tidak akan mempengaruhi kesehatan jiwa anda. Paling hanya mempengaruhi persepsi orang tua pacar terhadap anda…..hehehe….Sempat terlintas dibenak saya.. “kayaknya seru juga kalo semua orang di dunia ini gimbalan”…Hahaha…bayangkanlah!!!.
“Mari budayakan Dreadlock”.

Diambil dari bucks magazine #3 “born and loose control wid the inspiration of Jah”
foto bobmarley juga dicari di mboke
foto lainnya
disini serta koleksi ex

09 Juni 2007

SELERA KACANGAN, MUSIK KACANGAN

yah..(band) kami memang norak, kami emang dari desa. saya hanya kuli bangunan, dia hanya penjual cendol, dia anak petani, dia kuli bangunan….”

Sebuah tayangan infotainment di salah satu tv swasta yang menampilkan fenomena baru dalam Industri Musik Indonesia sore itu, cukup menggelitik saya dan membuat saya tak berhenti terpingkal-pingkal. sosok muda, yang masih terlihat belia, dan tentu saja terlihat sangat norak, mengomentari dengan sangat polosnya dan setengah kaku -karena mungkin baru sekali diwawancarai di tv- tentang kritikan pedas yang mulai berdatangan atas kemunculan mereka. Kangen band. Fenomena baru dari desa yang membuat para kritikus musik mulai ngoceh sana-sini, membuat para pengamen di sepanjang jalan solo dan malioboro menambah list lagu mereka, meramaikan lapak cd-cd bajakan dengan lantunan tembang pop melayu superduper norak, hingga masuk dalam daftar nada dering ponsel teman saya, yang saya rasa selera musiknya tidak begitu buruk sebelum tahu dia suka band ini.
Ini bukan kali pertama industri musik Indonesia dikagetkan dengan kemunculan band norak seperti kangen band. Sepanjang tahun 2006 lalu, media dihiasi dengan “fenomena kampung” lainnya, bernama Radja. Radio-radio anak muda lokal mendengarkan Benci Bilang Cinta, dan menempatkan lagu ini di chart tertinggi lagu-lagu Indonesia. Semua stasiun tv swasta memutarkan klip-klip dari band ini, sampai-sampai stasiun tv khusus musik, Mtv, tidak mau kalah dalam frekwensi pemutaran klip-klip radja. Majalah-majalah anak muda menghiasi kover depannya dengan foto personil band kampung ini, hingga memuat liputan-liputan terhangatnya. Wajah Ian kasela, vokalis band radja, yang lebih mirip tukang pijat tuna netra daripada vokalis band rock, menghiasi seluruh tayangan infotainment yang memuat berita tentang kontroversi dia dan band kampungnya.
Album “untuk semua” yang baru dirilis band kampung ini pada maret 2007 lalu (konon) meraih double platinum hanya dalam hitungan minggu untuk penjualan diatas 300.000 copy. Sedangkan rekan sesama band norak, kangen band, menembus angka 153.000 copy untuk penjualan album pertama mereka yang demi tuhan, saya tak tega mendengarnya. Angka yang cukup mengagetkan untuk sebuah band baru apalagi untuk band norak dan kampungan seperti mereka. Ditambah lagi ternyata nama band kampung ini sudah lebih dulu dikenal karena penjualan album bajakannya sebelum mereka di-sign Warner music Indonesia. Hey..apa yang terjadi dengan kondisi industri musik di negeri ini?? Apakah memang kangen band dan radja lebih mewakili selera musik masyarakat Indonesia umumnya?? Ataukah masyarakat Indonesia lebih menyenangi lagu-lagu pop melayu menggelikan seperti itu?? Sampai kapan kita akan terus dibayang-bayangi oleh karya-karya buruk yang terus saja didukung media lokal?? ah..sungguh memprihatinkan, mengingat banyak talenta-talenta dengan musik yang berkualitas diluar sana. Sementara raksasa-raksasa label musik terus saja memanfaatkan selera pasar yang homogen, dan terus saja melakukan pembodohan melalui pendengaran kita.
Wenz rawk, editor majalah musik ternama Rolling Stones, dan juga manager dari band new wave The Upstairs, dalam sebuah kesempatan wawancara menyatakan “sebenarnya selera masyarakat musik Indonesia sudah baik, hanya saja diperburuk lagi dengan adanya radja”. Sebuah komentar pedas yang memang pantas apabila diucapkan orang-orang berkompeten seperti dia. David Naif bahkan sempat berkomentar “Tega bener, mau dikemanain musik Indonesia . Kangen Band…please deh!, jangan band-band kayak gitu lagi yang dikeluarin” (kapanlagi.com). Hampir senada dengan Wenz rawk serta David Naif, gitaris dari band screamo Uncle James, Ari, dalam sebuah perbincangan ringan dengan saya, dengan santainya mengatakan “kalo pengen bikin band tenar di Indonesia ini gampang aja…bikin aja band yang senorak-noraknya… bikin lagu norak, nama band norak, pake baju norak, pokoknya semuanya serba norak. Pasti bandnya bakal terkenal”. Ungkapan kekesalan yang lebih pada ketidakpuasan dari seorang pelaku musik, akan kondisi industri musik di negeri ini.
-x-