03 September 2013

Merantau


Dalam tradisi Minangkabau, setiap anak laki-laki akan pergi meninggalkan tanah kelahiran mereka, dan mencari pengalaman hidup. Pengalaman hidup yang akan membuatnya menjadi lelaki sejati. Pengalaman mencari perjalanan hidup itu adalah merantau. Alam takambang jadi guru. Alam semesta menjadi guru, yang akan membedakan cahaya kebenaran dan cahaya kesalahan. Begitulah petuah Wulan (diperankan Christine Hakim, yang di usia paruh bayanya, masih terlihat cantik) kepada Yuda (Iko Uwais), anak lelaki yang hendak dilepasnya.

Berbekal pakaian di badan, tulang 8 kerat, kemampuan silat dan kalung peninggalan sang bapak, pergilah Yuda meninggalkan kampuang yang tenang di Tanah Minang. Pergilah anak lelaki itu merantau.

Di perjalanan, Yuda bertemu dengan Erik (Yayan Ruhian), sesama orang minang yang telah lebih dulu merantau. Erik yang sejak awal telah memperhatikan Yuda sebelum naik bus, mendekati dan berbincang-bincang dengan Yuda dalam perjalanan. Dalam obrolannya, Erik menasehati Yuda agar tak perlulah jauh-jauh merantau hanya untuk mengajarkan silat. Erik pun menyarankan Yuda untuk mengubah haluan. Yuda, kata Erik, bagai refleksi dirinya 15 tahun silam. Boleh jadi Erik adalah contoh kecil perantau Minang yang belum berhasil, atau boleh jadi Erik ingin Yuda mengubah haluan menjadi penjual Nasi –seperti umumnya perantau Minang yang sudah sukses. 

Dan berpisahlah Yuda dan Erik saat tiba di Jakarta –kota berdaya magnet besar bagi para perantau. Dengan selembar kertas alamat yang dimilikinya, Yuda mendatangi rumah saudaranya. Tak disangka, rumah yang dituju sudah tak ada lagi, hanya nomor rumahnya saja yang masih terpasang di pagar. Nomor telpon yang tertera pun tak bisa dihubungi. Praktis tak ada sanak saudara lagi yang dituju. Padahal kalo Yuda tahu, dia bisa saja mengaku orang Minang, dan menginap di Warung Minang mana saja yang dia temui. Konon, kekerabatan orang Minang sangat erat, mereka akan membantu dan memberikan tumpangan bagi siapa saja perantau dari sana. Yah tentu saja, dengan imbalan mencuci piring di Warung. :D

Petualangan Yuda berlanjut. Esoknya saat sedang makan, dompetnya dicuri Adit, adik dari Astrid (Sisca Jessica) penari amatir di Club Agogo. Astrid ditolong Yuda saat penari itu nyaris disiksa Johni, sang mucikari yang meminta presantase tips lebih besar untuknya. 

Setelah adegan tolong-menolong itu, sepanjang film ini banyak dihiasi adegan perkelahian, pecahan kaca, gelas dan botol beterbangan, dan adegan berdarah-darah, antara Yuda dan anak buah Johni, bule pelaku penjualan perempuan hingga dengan Erik, teman seperjalanan Yuda ke Jakarta yang ternyata seorang preman. Lama setelah film-film yang dibintangi Barry Prima dan Advent Bangun, rasanya tak ada lagi film laga dengan perkelahian seru seperti “Merantau” ini.

Perjalanan Yuda berakhir di terminal peti kemas, saat Yuda, dengan heroiknya berhasil menggagalkan praktek penjualan perempuan yang dilakukan dua warga berkebangsaan asing. Oleh pelaku penjualan perempuan itu lah nyawa Yuda melayang.

Perantau itu pun mati muda. Alam semesta, sang guru, menghendaki anak lelaki itu naik kelas dengan segera.

Ya, saya tahu. Ini review (atau apalah) yang sangat terlambat. Film ini dirilis tahun 2009 dan sudah lama mengisi HD, namun baru saya tonton. Liputan kompas Minggu (01/09) tentang Warung Nasi Minang dan Rendang membuat saya ingin menyaksikan film ini. Memang tak ada adegan memasak rendang atau makan di Warung Minang. Benang merah dari liputan kompas itu dan film ini adalah perantau dan "alam takambang jadi guru".

Tidak ada komentar: