Jika ada daftar 100 Nama Anak Terbaik
yang diambil dari nama kota, nama-nama tempat di Timor bisa mengisi
daftar tersebut. Yah sebut saja, Fatu (dari Kuanfatu), Kefa Menanu
dan Atambua. Jadi saya terpikir untuk menamakan anak perempuan saya
kelak, Kefa, dari Kefa Menanu. Nama yang cantik pikir saya. Itu
sebelum saya tahu artinya.
Saya berkesempatan mengunjungi Kefa 2
kali di hari yang sama. Pertama, saat singgah untuk mengisi bensin di
SBPU di depan gereja Petra, lalu malamnya singgah untuk makan tengah
malam di rumah makan yang juga tak jauh dari gereja Petra.
Selasa, 11 februari 2014, kami
dijadwalkan untuk mengunjungi Fatumnutu. Dari Polen ada 2 jalur yang
bisa ditempuh untuk menuju Fatumnutu. Pertama, melewati SoE – Kapan
– Fatumnutu, atau jalur kedua, dengan melewati Kefa – Eban –
Fatumnutu. Karena jalur tempuh pertama lebih jauh, kami memilih jalur
kedua dengan melewati kota Kefa, ibukota Timor Tengah Utara. Waktu
tempuh menuju Fatumnutu kurang lebih 2 jam melalui jalanan
yang masih tergolong cukup baik. Ke Kefa, kita akan melewati jalan
yang sama untuk menuju Atambua, jalan negara yang begitu mulus
–kecuali di jembatan perbatasan TTS dan TTU. Selain singgah untuk
mengisi bensin, pagi itu kami juga menyempatkan untuk mengabadikan
momen di Tugu Bi’inmafo. Ini monumen pertama yang akan ditemui saat
memasuki kota Kefa. Monumen yang mewakili 3 suku terbesar di Timor
Tengah Utara: Biboki, Insana dan Meomafo.
Tak seperti di Sumba, tak ada kopi
produksi lokal di Timor, namun (tetap) ada sirih-pinang dan hmm…
sopi! :D
Selasa adalah hari pasar di Eban.
Banyak penduduk Eban maupun dari desa-desa lain memadati pasar untuk
menjual hasil kebun dan membeli keperluan rumah tangga, juga membeli
“candu” lain yang tak kalah penting.
“Hari ini banyak yang ‘turun gunung’ hanya untuk beli sirih-pinang dan sopi,” kata Egidius Fallo, pemuda Kefa tulen. “Nanti jangan kaget kalau ketemu orang sempoyongan di jalan.”
“Hari ini banyak yang ‘turun gunung’ hanya untuk beli sirih-pinang dan sopi,” kata Egidius Fallo, pemuda Kefa tulen. “Nanti jangan kaget kalau ketemu orang sempoyongan di jalan.”
Dan memang benar adanya. Di rumah
pertama yang saya kunjungi di Fatumnutu, sang tuan rumah menawarkan
sirih-pinang. Tentu saja saya menerima tawaran itu dengan senang hati
dan memamah pinangnya hingga bibir memerah. Di hari yang sama pula,
masih di Fatumnutu, saya hampir saja mewawancarai seorang bapa tua
yang sedang mabuk. Bapa tua itu dan teman-temannya baru saja berpesta
sopi. Ya, barangkali momen seminggu sekali.
Fatumnutu, yang masih termasuk dalam
wilayah kecamatan Polen, terletak di ketinggian. Dari Fatumnutu, mata
kita bisa menjelajah jauh dengan leluasa untuk menikmati bentang alam
Timor: bukit-bukit hijau nan cantik dan bukit-bukit batu yang kecil
namun tampak gagah menantang langit, juga liukan kali Bijeli di
kejauhan. Umumnya penduduk Fatumnutu berkebun, dengan jagung sebagai
hasil kebun utama. Seperti Konbaki, di Fatumnutu kita masih bisa
mendapati rumah-rumah bulat yang digunakan sebagai tempat tinggal,
ada juga yang berpagar batu, dengan tanaman jagung memenuhi halaman.
Kami meninggalkan Fatumnutu jam 10
malam dengan perut kosong sebab belum makan malam. Karena tak ada
warung yang sepertinya masih buka di sekitar situ, kami memilih untuk
makan malam di Kefa. Tiba di Kefa menjelang tengah malam, untung saja
masih ada rumah makan yang buka. Rumah makan yang penataan lauknya
dibikin seperti rumah makan Minang. Tapi namanya Masagena, nama yang
aneh untuk rumah makan Minang. Akhirnya dari logat pemiliknya saya tahu:
bukan Minang, itu rumah makan Bugis! :D
Memang e, yang bisa dokis
orang Minang dalam hal merantau dan berdagang cuma orang Bugis. :D
***
Saat pertama kali tiba di rumah Bapa
Dominggus Busa di Polen, hal pertama yang saya tanyakan ke beliau
adalah tentang arti kata Kefa, nama yang sering saya baca di petunjuk
jalan selain Niki-niki dan Atambua.
“Kefa itu jurang,” kata Bapa Domi,
“Kefa Menanu… jurang yang dalam. Ada jurang besar di
tengah-tengah kota itu.”
Yah, karena Kefa sepertinya
terlalu ekstrim untuk nama anak perempuan, jadi saya batalkan niat
semula. Hmm.. mungkin kelak, anak perempuan saya, akan saya namai
Fatu.
✕
Tidak ada komentar:
Posting Komentar