22 Maret 2014

Pahmeto

Keberadaan rumah makan Minang yang merambat dari belahan Sumatera hingga Merauke punya kelebihan dan sedikit kekurangan. Salah satu kelebihannya, teman-teman muslim jadi punya banyak pilihan tempat makan. Namun kesempatan kami untuk mencari dan menyantap kuliner lokal jadi berkurang. Yah katakanlah kalau di Timor, jagung bose dan se’i misalnya.

Minggu (9/2), sekitar pukul 14, kami singgah untuk makan siang di rumah makan Minang Pondok Salero di SoE. Siang ini kami sedang dalam perjalanan menuju Polen. Bertolak dari Kupang lebih 12, kami memulai perjalanan dari Bundaran PU lantas ke arah timur menuju Penfui, melewati bundaran tugu Merpati di depan Bandar Udara El Tari.

Perjalanan menuju Polen melewati jalan negara yang mulus hingga Atambua. Dalam perjalanan kami sering berpapasan dengan angkutan kota, angkutan pedesaan dan bis-bis antar kota. Angkutan kota di Kupang dan SoE umumnya berwarna putih dengan bagian body samping terdapat nama angkot itu yang ditulis dengan font 3D dan bagian dalam hurufnya diwarnai dengan gradasi warna-warna cerah. Pada bagian tengah tiap-tiap hurufnya terdapat logo yang sama. Ada yang berlogo bunga, ada yang laba-laba, dan ada pula yang berlogo bintang david. Sedang di jendela belakang angkot dipenuhi dengan macam-macam sticker. Ada angkot yang memasang sticker Bob Marley dan Toots and The Maytals! :D

Sama halnya dengan di Ternate, seperlima bagian angkutan kota Kupang adalah soundsystem. Ada masanya, di Ternate, para pelajarnya hanya mau menumpang angkot dengan soundsystem yang paling batandang. Ternyata hal itu berlaku juga di Kupang. Soundsystem adalah magnet bagi kaum muda, khususnya kalangan pelajar, untuk memilih angkutan kota.

Angkutan pedesaan yang mempunyai rute hingga Kupang adalah mobil-mobil bak terbuka, macam Suzuki Carry, yang bagian belakangnya sudah diatapi karpet atau terpal dan diberi dudukan kayu. Sebagian angkutan pedesaan itu juga menaruh speaker di bagian belakang. Rasanya ini bukan untuk gengsi-gensian, namun murni sebagai hiburan untuk penumpang. Selain untuk penumpang, bagian belakang angkutan pedesaan juga difungsikan untuk memuat hasil-hasil kebun yang akan dijual di kota.

Bis-bis antar kota di Timor (SoE-Kupang, Kefa-Kupang, Atambua-Kupang) berukuran 2 kali lebih besar dari angkutan kota. Bis-bis ini bisa memuat apa saja. Selain penumpang, bis tersebut juga memuat hasil-hasil kebun, sepeda motor dan babi yang diikat di bagian belakang bis!

Di jalan raya timor di wilayah kabupaten Kupang ada 1 titik di mana terdapat banyak lapak/warung yang menjajakan barang yang dikemas dengan anyaman daun lontar. Saya menyangka itu madu, ternyata garam! Setelah melewati areal persawahan di wilayah Kabupaten Kupang, selanjutnya kami melewati taman wisata Camplong yang sejuk dengan pohon-pohon besar nan rindang di kedua sisi jalan. Setelahnya memasuki Takari, melewati kali-kali kecil dengan batu-batu kali sebesar gajah. Lalu menyeberangi Noelmina, kali besar yang memisahkan Takari (Kabupaten Kupang) dan Batu Putih (Kabupaten Timor Tengah Selatan).

Jalan sebelum dan setelah SoE (Temef) adalah jalan menurun-mendaki dan berliku-liku. Saya menyebutnya jalan seribu kelokan. Jalan ini mungkin tak seekstrim jalur Kepahyang yang tersohor memabukkan itu, tapi cukup rawan karena banyak tikungan tajam pas jalan menurun. Bahkan di salah satu sudut jalan ada peringatan unik: dilarang kecelakaan, rumah sakit jauh!!!

Kalau di Kabupaten Kupang banyak warung pinggir jalan yang menjual garam, di Soe, tepatnya di Nulle, Amanuban Barat, banyak warung/lapak di pinggir jalan yang menjual buah srikaya dan avokad yang segar-segar. 1 bokor avokad (11-13 buah) hanya 20.000 rupiah!

Lantas, warung yang menjual sirih-pinang? Oh, tentu saja banyak.

Kami tiba di Polen menjelang sore dan langsung menuju rumah Dominggus Busa –orang Flores yang sudah lama menetap di Polen. Sebelum mulai berbincang banyak, teman kami Egidius Fallo, menyerahkan sepaket sirih-pinang yang dibelinya di SoE. Bapa Domi Busa menerima sirih-pinang itu dengan senyum mengembang di wajahnya lantas menatap kami satu-satu, “Beginilah orang Timor.”

Tidak ada komentar: