Baru juga menginjak El Tari lagi sudah
belagak Kupang.
“Naik Garuda, pak?” tanya supir
taxi Bandara. “Aaaa.. tidak. Naik Liong.” jawab saya dengan logat
Kupang gadungan.
Sabtu sore (5/2) saya baru saja tiba
dari perjalanan singkat –hanya 4 jam- namun sangat melelahkan dari
Denpasar – Labuan Bajo – Ende – Kupang. Seakan tahu dan ingin
meredakan kepenatan saya, radio di taxi sore itu memutar
“Patience”-nya Guns N’ Roses. Siulan Axl mengiringi kami pelan
melintasi jalanan basah menuju Kelapa Lima. Saya membuang pandangan
jauh ke wilayah luas di sisi selatan jalan El Tari. Pemandangan ini
tak asing, saya pernah melihatnya 2 tahun silam. Ah, terima kasih
Tuhan, saya kembali ke Timor!
Selain sudut-sudut kotanya, jalanan dan
pepohonannya, hal lain yang menyadarkan saya bahwa sudah bukan di
Sumatera ataupun Jogja adalah… hmm.. nona-nona Kupang. :D
Nona-nona Kupang cantik-cantik. Yah
setidaknya itu yang saya lihat di minggu pagi saat mereka ke gereja.
Senyum-senyum sederhana yang mengingatkan saya akan Nona Merah.
Masih ingat “a girl with the red
bag”? perempuan bertas merah yang 4 tahunan lalu mengambilalih
perhatian saya, hingga menyiapkan CD khusus untuknya sebagai alasan
untuk berkenalan. Saya menebak-nebak, kalau bukan Bali, dia mungkin
berasal dari Ambon atau Papua atau NTT. Padanya melekat eksotisme
perempuan timur yang paripurna: hitam, keriting, kurus dan punya
senyum sederhana dengan mata cantik nan membius yang membuat saya
hanya bisa mengucapkan tujuh kata saat melakukan perkenalan gagal
dengannya, “Hey, hallo.. CD ini buat kamu. Makasih.” Dan berlalu.
Dan belum ada kesempatan untuk menemuinya lagi.
Hingga detik ini, 2 CD yang saya bikin
khusus untuknya –masih sama sebagai alasan perkenalan- masih
tersimpan dan saya bawa kemanapun saya pergi. Saya masih sangat yakin
akan menemuinya lagi. Entah di mana. Mungkin di Ambon, mungkin di
Kaimana, mungkin di Sumba, mungkin di Larantuka, atau di Lamalera,
atau mungkin di Tanah Timor ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar