22 Maret 2014

Halo, Nona Merah!

Baru juga menginjak El Tari lagi sudah belagak Kupang.

“Naik Garuda, pak?” tanya supir taxi Bandara. “Aaaa.. tidak. Naik Liong.” jawab saya dengan logat Kupang gadungan.

Sabtu sore (5/2) saya baru saja tiba dari perjalanan singkat –hanya 4 jam- namun sangat melelahkan dari Denpasar – Labuan Bajo – Ende – Kupang. Seakan tahu dan ingin meredakan kepenatan saya, radio di taxi sore itu memutar “Patience”-nya Guns N’ Roses. Siulan Axl mengiringi kami pelan melintasi jalanan basah menuju Kelapa Lima. Saya membuang pandangan jauh ke wilayah luas di sisi selatan jalan El Tari. Pemandangan ini tak asing, saya pernah melihatnya 2 tahun silam. Ah, terima kasih Tuhan, saya kembali ke Timor!

Selain sudut-sudut kotanya, jalanan dan pepohonannya, hal lain yang menyadarkan saya bahwa sudah bukan di Sumatera ataupun Jogja adalah… hmm.. nona-nona Kupang. :D

Nona-nona Kupang cantik-cantik. Yah setidaknya itu yang saya lihat di minggu pagi saat mereka ke gereja. Senyum-senyum sederhana yang mengingatkan saya akan Nona Merah.

Masih ingat “a girl with the red bag”? perempuan bertas merah yang 4 tahunan lalu mengambilalih perhatian saya, hingga menyiapkan CD khusus untuknya sebagai alasan untuk berkenalan. Saya menebak-nebak, kalau bukan Bali, dia mungkin berasal dari Ambon atau Papua atau NTT. Padanya melekat eksotisme perempuan timur yang paripurna: hitam, keriting, kurus dan punya senyum sederhana dengan mata cantik nan membius yang membuat saya hanya bisa mengucapkan tujuh kata saat melakukan perkenalan gagal dengannya, “Hey, hallo.. CD ini buat kamu. Makasih.” Dan berlalu. Dan belum ada kesempatan untuk menemuinya lagi.

Hingga detik ini, 2 CD yang saya bikin khusus untuknya –masih sama sebagai alasan perkenalan- masih tersimpan dan saya bawa kemanapun saya pergi. Saya masih sangat yakin akan menemuinya lagi. Entah di mana. Mungkin di Ambon, mungkin di Kaimana, mungkin di Sumba, mungkin di Larantuka, atau di Lamalera, atau mungkin di Tanah Timor ini.

Tidak ada komentar: