19 Januari 2014

Sayonara Sumatera


Senin (13/1) pukul 7 pagi kami meninggalkan Pampangan. Menumpang bis jurusan Tulung Selapan - Palembang yang pagi itu sudah parkir di depan rumah makan minang "Family". Kurang lebih 2 jam perjalanan menuju Palembang. Macam tak peduli dengan jalanan jahat sepanjang perjalanan, supir pagi itu memacu kencang bis seolah malaikat maut sudah membuntuti di bumper belakang. Saya duduk di barisan bangku paling belakang hingga bisa merasakan betul goncangan bis ketika melewati jalanan jahat. Goncangan yang bisa membuat ibu-ibu yang sedang hamil tua brojol di tempat.

Bis tiba di terminal Jakabaring pukul 9, dan kami lantas mengganti angkot untuk menuju rumah Aiman di Perumnas Sako. Senang bisa kembali ke rumah Aiman. Ibunya ramah nian. Serupa Aiman, ibundanya pun sangat supel. Saya mendapat panggilan keren dari ibunda Aiman: Papua! :)

Masakan ibunda Aiman pun lemak nian. Saya datang ke Palembang dengan perut rata dan pulang ke Jogja dengan perut membuncit dan celana yang kian sesak.

Saat tiba hari itu, Aiman mendengar bahwa saya berulang-tahun. Jadilah ia bersiasat buruk dengan beberapa teman untuk menjadikan saya target lemparan telur dan adonan gandum yang dilakukan di luar rumah dan kamar mandi. Alhasil, selain baju dan handuk saya kotor, dinding kamar mandi pun kecipratan kuning telur. Saya menghabiskan waktu 1 jam untuk mandi dan membersihkan kamar mandi. Saya yang berulang tahun, saya pula yang membersihkan kamar mandi. :D

"Kasian Papua, ulang tahun malah dilemparin telur," kata ibunda Aiman esok paginya saat saya mencari baju kotor bekas lemparan telur, "Itu baju kamu sudah ibu cuci. Anggap saja itu hadiah ulang tahun dari ibu."

Ah, manis nian ibunda Aiman.

Saya akan merindukan beliau, tentu Aiman juga. Dan merindukan keramahan di rumah itu.

Juga merindukan setiap keramahan yang kami temui selama 40 hari di selatan Sumatera: keramahan perkampungan Pantai Timur, keramahan perkampungan tepi sungai. Keramahan yang harusnya bisa melahirkan berpikul-pikul senandung rindu.

Tentu saja saya akan merindukan makanan a la sungai. Merindukan masakan dan kopi nikmat bikinan ayuk Maya. Merindukan suara-suara ketek yang hilir-mudik di sungai. Merindukan dialek melayu dan cara memanggil orang dusun. Juga merindukan "yaooo..." dan "cak itulah". Lalu "lajulah".

Dan merindukan kalian. Satu-satu.

Tidak ada komentar: